23 Juni 2013

Inspirasi yang Meluruhkan Ego



Ketika ditanya mengenai inspirasi apa yang paling kita dapatkan dari jutaan inspirasi yang terdapat dalam salah satu buku dalam seri 100 pengokohan tarbiyah, maka mungkin yang membuatku cukup merenung #dan semoga membuat semua orang merenung juga justru adalah pada bagian awal buku ini, pada halaman pertama isi buku. Tepatnya halaman 4, di situ dikatakan, Islam menghendaki setiap daiyah muslimah tidak sekedar bisa mengajak orang lain, namun mereka tidak boleh melupakan dirinya sendiri. Allah SWT mencela sikap orang yang hanya pandai berdakwah mengajak dan memperingatkan orang lain sementara dirinya sendiri tak emndapatkan perhatian. Seperti yang tertera dalam QS Al Baqarah: 44 “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban)-mu sendiri, apadahal kamu membaca Al-Kitab, apakah kamu tidak berpikir?”. Ayat ini ditujukan kepada Bani Israel yang pandai menyuruh orang lain, tapi enggan melakukannya sendiri, padahal mereka membaca Taurat. Namun, sebagaimana kaidah al-ibrah bi ‘umum al-lafzh la bi khusus as syabab, tentu menjadi peringatan pula bagi setiap daiyah muslimah, agar konsekuen dengan yang diserukannya kepada umat.
            Mungkin ada sebagian yang mengatakan, “aku bukan dai kok, aku hanya wanita biasa”. Mungkin saat itu dia lupa bahwa setidaknya kita semua –para perempuan- akan menjadi pendidik pertama, menjadi dai, untuk anak-anak kita. Nah, ketika sebenarnya kita tau mana yang benar, mana yang harus kita nasihatkan kepada anak kita nantinya, bukankah seharusnya kita pun sudah melakukan hal itu? Jadi sebenarnya kita tidak punya alasan untuk tidak belajar, memperbaiki diri menjadi lebih baik, membentuk karakter diri yang baik, untuk itu lah sebenarnya kita butuh persiapan. Persiapannya seperti apa, dan ilmu-ilmunya seperti apa, akan kita peroleh dari buku ini.
            Yang terakhir –untuk semua perempuan- dalam profesi apa pun kita sekarang, dalam pemikiran seperti apa pun kita saat ini, tak bisa dielakkan, bahwa kita memang dai, setidaknya untuk anak-anak kita. Jadi, mari kita persiapkan.

Yuli Mulyana, inspired Keakhwatan 2 "Cahyadi Takariawan"

18 Juni 2013

Tentang Sebuah Nama



by: Istikomatul Fathonah

Nama adalah sebuah identitas yang mewakili diri kita secara fisik. Seluruh fisik kita, tingkah laku kita, dapat tergambar melalui sebuah nama. Karena itu nama menjadi begitu berharga. Itulah mungkin alasan mengapa Abbas As-Siisiy membahas juga tentang mengingat nama seseorang dalam rangka menyentuh hatinya. Ada orang yang punya tipikal orang yang mudah lupa pada banyak hal baru, terutama nama baru. Kalau mengingat wajah ya bisa, tapi kalau megenai nama, jangan kaget kalau saatberbincang-bincang tiba-tiba nyeletuk “Maaf, tadi namanya siapa ya?”.  Padahal, menurut buku ini, mengingat dan menghafal nama itu sangat penting dalam menjaga hubungan karena disini terjadi interaksi dan lahir pula sifat saling percaya sesama individu. Menghafal nama seseorang juga merupakan salah satu bentuk penghargaan kita terhadap seseorang. Jadi jangan sepelekan lagi tentang sebuah nama (mengingatkan diri sendiri).
Berikut adalah cara mengingat nama ala Abbas As-Siisiy
1.       Tanamkan rasa ingin dan suka menghafal nama orang lain.
2.       Selalu siap untuk mengahafal nama saat berkenalan, entah nama lengkap atau nama panggilannya saja.
3.       Ingat nama panggilan yang disukainya.
4.       Ingat nama orang-orang yang namanya mirip dengan orang yang baru dikenal.
5.       Perhatikan ciri-ciri yang menonjol dari orang tersebut, dan detail berlangsungnya perkenalan
6.       Tulislah nama-nama kenalan anda, lengkap dengan nomor yang bisa dihubungi dan/atau alamat untuk tetap menyambung silaturahim setelah perkenalan.
7.       Saat pertemuan, ingatlah pertemuan-pertemuan sebelumnya,
8.       Perbanyak korelasi dengan juga mengenal teman-teman dari kenalan tadi, maka bertambahlah daftar kenalannya nanti.

15 Juni 2013

Just a Simple Respond Guys


Bismillahirrahmanirrahim...
Alhamdulillah, akhirnya Allah meyakinkan hatiku untuk mulai menggerakkan jemari-jemari ini di atas keyboard laptop. Langsung saja...
Hati. Mendengar, melihat, membaca empat huruf tersebut pasti membuat kita berfikir tentang peran hati. Hati adalah suatu pemberi keputusan. Karena itu mintalah selalu kepada Nya untuk mengistiqomahkan hati kita tetap istiqomah dalam jalan dakwah ini.
Berbicara tentang dakwah, mungkin ada yang merasa berat. Namun jika kita sedikit saja mau belajar, insyaAllah akan dipermudah. Kuncinya adalah hati. Luluhkan hati objek dakwahmu kawan. Bagaimana caranya? Just a simple respond guys. Pertama, ketika berta’aruf ria, ingatlah namanya. Sebab nama adalah identitas, dan seseorang pasti akan merasa berarti ketika orang lain mengenalnya. Kedua, sapa dan bagikan senyummu ke seluruh penjuru bumi... J Ga susah kn?? Cuma modal tampang (yang itupun pinjaman dari Allah), murah banget. Sempetinlah barang nengok 5 detik buat nyapa, biar sang objek merasa nyaman. Apalagi senyum, sekalian resep biar awet muda. Yukk senyum 100.000 volt, agar senyummu bisa menerangi orang sekitarmu. Tanpa sadar, senyummu bisa mengurangi beban orang lain. So, jangan ragu-ragu buat melakukan itu semua. Just it, ingat nama + 5 S. Eits, lebih lengkap lagi kalo ditambah bumbu perhatian. Bikin terharu sang objek dengan ketulusanmu berteman dengannya. Yukk berusaha menjadi “manusia wajib ‘ain”. Sentuh objek dakwahmu tepat di hatinya.
_Karena semua orang ingin dimengerti_

**Brilly, inspired Bagaimana Menyentuh Hati**

Dari Abas Asisi *Semua Tentang Kita...,*



Sebenarnya sangat simple sekali mengenai pertanyaan bagaimana menyentuh hati seseorang. Tapi bila kita pikirkan lebih dalam sulit untuk menjawabnya. Namun, apabila sudah membaca buku Bagaimana Menyentuh Hati Abbas As Sisi akan mendapatkan jawaban dari pertanyaaan diatas.
Ada banyak hal yang dapat kita petik dari setiap peristiwa yang digambarkan di buku tersebut. Misalkan "Senyummu pada wajah saudaramu adalah sedekah.. Jadi, hanya dengan senyuman saja itu sudah  suatu berkah tersendiri. Bayangkan apabila di lingkungan UNNES saja, antar sesama muslim tersenyum bila bertemu maka akan terbentuk suasana yang nyaman oleh siapapun yang melihatnya. Sesibuknya kita ataupun se-nggak-mood nya kita sekalipun tetap harus  menampakkan senyuman kita. Toh, senyum  juga tidak membayar. Apa ruginya kita untuk tetap tersenyum di berbagai kondisi yang melanda kita. Ini yang menjadi peer buat kita. Ada kritikan dari teman yang membuat saya tersentak, “kenapa kalian tersenyum seakan-akan kalian tidak ikhlas untuk menunjukkan senyuman kalian. Beda sama tetangga yang apabila saya bertemu mereka, mereka selalu ramah dan senyumannnya tulus seperti tidak ada beban untuk tersenyum”.
Peristiwa kedua, Sebenarnya dakwah sangat mudah. Dakwah ini tidak ada yang menyulitkan bagi siapa saja yang mau berdakwah. Karena kita bertasbih,bertakbir,bertahlil itu suatu sedekah; menyingkirkan duri dijalan itu sedekah;menolong orang tuli atau buta juga sedekah; dan menunjukkan orang yang kebingungan, menolong dengan segera orang yang sangat memerlukan itu juga sedekah. So, tak ada alasan untuk tidak berdakwah.
Ada banyak hal yang meng-inspirasi dari buku tersebut.  Banyak cara untuk menyentuh hati objek dakwah kita. Dengan perilaku kita yang mencerminkan tentang islam insyaAllah objek dakwah kita akan mengikuti kita. Karena hati seseorang apabila sudah merasa nyaman dengan subjek dakwahnya maka akan dengan mudah objek dakwah itu di bentuk. Tetapi peristiwa yang paling menyentuh,mendobrak,hingga meng-jleb-jlebkan hati saya adalah peristiwa saat menghafal nama objek dakwah kita, sehingga mereka merasa terkesan saat pertama kali bertemu dengan kita tetapi kita sudah mengenal mereka walau hanya nama saja. Karena menghafal nama seseorang sangat sulit buat saja. Tetapi itu tantangan baru yang harus bisa saya taklukkan.

Ini ceritaku.. ^_^                                                                                 By: Aprilia_matematika

11 Juni 2013

Dan Begitulah Seharusnya...,


Dakwah identik dengan seorang Da’i yang memiliki misi untuk membuat orang lain yang ada disekelilingnya itu melakukan kebaikan. Tidak mungkin pemilik hati yang sarat cinta dan keimanan, pada saat yang sama ia adalah seorang yang berhati gersang, kasar, serta menyimpan rasa dengki dan kebencian kepada orang lain. Oleh karena itu, seorang da’i seharusnya dapat memfungsikan hatinya agar cinta dan keimanan yang ada dalam dirinya itu terpancarkan pada mad’u-mad’unya.
Dalam melakukan tugas dakwah, seorang da’i layaknya sebagai pusat pembangkit “Tenaga” yang mengalirkan kekuatan kepada setiap hati orang-orang muslim (sasaran dakwahnya) agar energi itu senantiasa dapat menjadikan sebuah sinaran yang dapat menerangi.
Seorang da’i seperti layaknya seorang pengajar dan seorang dokter, dimana tugasnya seorang pengajar yang harus mengahayati hati dan memahami pola pemikiran dari anak didiknya dan membimbingnya agar anak didiknya berhasil. Begitupun tugas seorang dokter yang berusaha untuk menghapuskan dan menghilangkan penderitaan pasiennya dengan penyakit yang diderita si pasien tersebut, dengan sebuah kata-kata bijak yang penuh dengan keyakinan, yang dapat menenangkan hati pasiennya tersebut dan tentunya memberikan obat yang sesuai bagi pasiennya tersebut.
Seperti itulah baiknya seorang da’i yang menyebarkan dakwah kepada orang disekelilingnya yang dapat memberikan ketenangan bagi yang melihatnya dan mendengarkan apa yang diucapkannya. Karena jika hati yang dimana berperan sebagai penggerak itu dapat difungsikan dengan baik, maka ia akan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat atau lingkungan sekitarnya. Dengan perasaan dan kasih sayang yang diiringi dengan kelemah lembutan dan kesabaran itu yang akan menyentuh hati bagi orang-orang yang ada disekelilingnya. Seperti yang dikatakan dalam firman Allah SWT dalam QS. Ali Imron:159, yaitu
"Maka disebabkan rahmat dan Allah-lab kamu berlaku lemah lembut terbadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berbati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu." (Al-Imran: 159)
Dalam berdakwah, kita tidak hanya berkoar-koar saja dan mengajak orang lain untuk berbuat yang baik, tapi disana adanya terapan ukhuwah agar sasaran dakwah kita merasa diperhatikan dan merasa ada yang mempedulikannya. Dimana adanya saling mengenal, memahami tolong menolong dan saling menanggung beban tanpa melihat status sosialatau lainnya.
Berdakwah dengan menggunakan hati akan membuat sesuatu yang tidak kita sangka akan terjadi. Karena disana yang bekerja tidak hanya mulut yang banyak mengeluarkan kata-kata manis, tapi itu berasal dari hati yang penuh dengan cinta dan keimanan. Rasulullah pun dahulu ketika berdakwah, beliau selalu menggunakannya dengan diiringi rasa cinta kasih dan kesabaran, walaupun orang-orang yang ada disekelilingnya itu tidak menyukai dakwahnya Rasulullah, tapi beliau sangat lembut memperlakukan musuhnya. Bahkan Rasulullah sebelum meninggalnya, beliau setiap paginya selalu menyuapi kakek tua buta yang setiap hari mencela Rasulullah, tapi Rasulullah dengan penuh kelembutan, cinta dan kesabaran dalam menyuapi kakek tua tersebut yang akhirnya membuat kakek tersebut merasa kehilangan dan tersentuh hatinya saat diketahui bahwa yang selama itu menyuapinya adalah Muhammad yang selalu ia cela setiap harinya. Atas perlakuan Rasulullah kepada kakek tua tersebut, membuat kakek tua itu mengucapkan syahadat dan masuk islam. Seperti itulah dakwahnya Rasulullah yang selalu beliau iringi dengan hati yang tulus, penuh dengan cinta, kelembutan dan kesabaran. Bahkan beliau lebih banyak memuji orang lain yang beliau temui, demi untuk mengakrabkan walaupun itu adalah orang kafir Quraisy.

Oleh karena itu, pandai berbicara saja atau penampilan yang menarik saja itu tidak cukup dalam melakukan aktivitas dakwah, tapi harus diiringi dengan kelembutan hati, keimanan yang kuat dan pemahaman yang syamil. Dimana da’i harus mengetahui bagaimana menyentuh hati orang-orang yang ada disekelilingnya (sasaran dakwah).

-Rina Mulyaningsih-

10 Juni 2013

Magnet Hati


"Ia seperti pohon yang tidak berbuah, hidup tapi seperti mati. Ia tidak punya pengaruh dalam kehidupan karena hanya dapat mengambil tetapi tidak dapat memberi. Ia adalah orang yang telah kehilangan dirinya. Berbeda halnya dengan sejumlah orang yang bukan nabi juga bukan syuhada tetapi keudukannya disisi Allah membuat para nabi dan para syuhada iri. Merekalah yang dapat menyingkap rahasia Allah dalam dirinya. Membangkitkan dan 'memeranginya' dengan ibadah dan ketaatan dari dalam jiwa dan hatinya muncul luapan gelombang yang mampu mengharu biru hati manusia sehingga menjadikannya lunak di hadapan Allah.Tak dapat diungkapkan dengan kata-kata namun kita dapat merasakan kebahagiaan. Menjadi magnet yang dapat menarik ruh dan hati."
Peran kita sebagai seorang da'i/da'iyah bagaimana kita dapat menemukan magnet itu dalam diri kita lalu mengasahnya. Magnet kebaikan akan menimbulkan medan yang tentunya baik juga. Dan pada akhirnya akan menjadi energi kebaikan yang dahsyat.

Selamat pagi :)

-Yasmin Zahera-

9 Juni 2013

Menyemai Biji, Mencabut Rumput itulah Cinta Karena-Nya


Cinta karena Allah adalah pembuka hati
Namun sayang, kadang ia-nya terhambat oleh perilaku yang tak semestinya
Cinta karena Allah dan persaudaraan karena-Nya bukan hanya sarana pelampiasan perasaan semata
Juga bukan sekedar menghabiskan waktu untuk berbincang asyik tiada guna
Hingga lupa tentang kewajiban dan tanggungjawabnya
Padahal bagi mereka waktu adalah kehidupan yang bisa membawa dirinya menuju surga-Nya
Bukan, bukan semua itu...
Persaudaraan karena-Nya adalah curahan perasaan untuk berjuang
Berjuang untuk membantu saudaranya meningkatkan potensi diri secara bersama-sama
Dengan tarbiyah dan takwiniyah.. menyemai biji, mencabut rumput...
Menyemai biji-biji kebaikan... mencabut rumput-rumput yang mengganggu tumbuhnya biji kebaikan...
Dorongan semangat dan hasrat juga penyebaran dakwah melalui persaudaraan yang tulus, ibadah yang khusyuk, serta kontinuitas dalam menyampaikan dakwah dengan cara yang baik itulah pupuk penyuburnya
Tak ada derajat cinta kerana Allah yang lebih agung daripada cinta yang dapat memunculkan keagungan dakwah, membangun kerangkanya,
dan menegakkan daulah Islam di dunia.
***
Inspired by “Bagaimana Menyentuh Hati” karya Abbas As-siisi

                                                        Niken W. Harena

5 Juni 2013

ADAB AL-ISTI’DZAN


Tujuan Instruksional

Setelah mendapatkan materi ini maka peserta akan mampu: 
1. Komitmen dengan adab meminta izin
2. Memahami bahwa meminta izin adalah bagian dari suluk tandzhimi
3. Membiasakan meminta izin dalam segala hal

Meminta izin sekilas tampaknya sepele, padahal sangat penting pengaruhnya bagi kedisiplinan, keteraturan, kejelasan kabar dan informasi dsb. Hal itu sangat diperlukan dalam kehidupan berjamaah, agar kegiatan dakwah dapat berjalan dengan lancar, terevaluasi dan efektif. 


Meminta izin dalam Islam
Islam sebagai dien yang lengkap dan sempurna tentunya tidak akan alpa mengatur sekecil apapun urusan hidup dan kehidupan manusia. Hal itu telah jelas diatur dan dijamin oleh pemiliknya, yaitu Allah SWT. Dari urusan yang paling ringan sampai kepada urusan yang paling berat sekalipun (menurut ukuran manusia), semuanya diatur di dalam Islam, termasuk juga dalam masalah izin dan perizinan.
Allah SWT di dalam Kitab Nya yang suci, telah mengatur masalah ini, baik sebagai etika dalam hubungan sosial kemasyarakatan seperti :
o Etika meminta izin: 24:27, 24:28, 24:58, 24:59, 33:53 
o Lafaz dan cara meminta izin: 24:61 
o Meminta izin untuk menghindari pandangan (yang dilarang): 24:58 
o Meminta izin di hotel dan tempat-tempat umum: 24:29 
o Meminta izin ketika akan keluar: 24:62 
Sampai kepada hal yang terkait dengan urusan yang sulit, seperti dalam hal peperangan, jihad atau kerja besar lainnya, QS. at-Taubah : 44-45, 83; an-Nuur : 62-63 
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat." QS. 24:27

"Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. " QS. 24:28

Bagaimana para sahabat ra. Memberikan contoh tentang masalah ini?
Dari Abu Musa ra., ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: "Minta izin itu sampai tiga kali. Apabila diizinkan, maka masuklah kamu, dan apabila tidak diizinkan, maka pulanglah kamu" (HR. Bukhari-Muslim)
Dari Sahal bin Sa'ad ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya minta izin itu dijadikan ketentuan karena untuk menjaga pandangan mata." (HR. Bukhari-Muslim)
Dari Kildah bin Hanbal ra., ia berkata: "Saya datang ke rumah Nabi saw. Dan langsung masuk tanpa mengcapkan salam, kemudian Nabi saw. Bersabda: "Kembalilah, dan ucapkanlah: "Assalaamu'alaikum, bolehkan saya masuk?"
(HR.Abu Dawud dan Turmudzi, dan dia berkata hadits ini hasan)

Kita perhatikan taujih robbani tentang masalah ini :
Ibnu Ishak meriwayatkan tentang asbabun nuzul 'sebab turunnya' ayat-ayat ini. Disebutkan bahwa setelah orang-orang Quraisy dan sekutu-sekutu mereka (al ahzab) berhimpun dan menggalang kekuatan di perang Khandaq (parit), dan setelah Rasulullah mendengar mereka akan melakukan serangan,…atas ide seorang sahabat 'Salman Al Farisi' … maka Rosulullah menyuruh untuk menggali parit di sekitar Madinah. Rasulullah pun ikut terlibat langsung dalam penggalian itu untuk memberikan contoh dan menyemangati kaum mu'minin untuk mendapatkan pahala. Maka orang-orang yang beriman ikut serta bersama Rasulullah dan berlomba-berlomba.
Namun ada beberapa orang munafik yang setengah-setengah dan terlambat datang bersama Rasulullah dan kaum mu'minin dalam membuat parit itu. Mereka hanya ikut terlibat dengan sekedarnya dan pekerjaan yang sangat kecil/ringan. Kemudian mereka mencari-cari celah untuk pergi ke rumah-rumah mereka tanpa sepengetahuan Rasulullah dan juga tanpa izinnya.

Sementara itu orang-orang yang beriman bila ada hajat yang harus ditunaikan, dia menyebutkan hajat itu di hadapan Rasulullah dan meminta izin untuk menunaikan hajatnya tersebut. Maka Rasulullah pun memberikannya izin. Bila dia selsai menunaikan hajatnya, maka diapun segera kembali menerusakan pekerjaan mengali parit, karena ingin mendapatkan pahala dan mengharapkan kebaikan. Allah pun menurunkan ayat kepada orang-orang beriman itu, sebagaiman ditulis pada surat An Nuur : 62.
"Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Allah berfirman kepada orang-orang munafik yang mencari-cari celah untuk pergi ke rumah-rumah mereka tanpa sepengetahuan Rasulullah dan juga tanpa izinnya. Hal ini dapat dilihat dari ayat 63-nya :
"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih."
Apapun sebab turunnya ayat-ayat ini, ia tetap mengandung adab-adab mental yang mengatur komunitas orang-orang yang beriman dengan pemimpin mereka. Urusan komunitas orang-orang yang beriman tidak akan pernah beres sebelum adab-adab ini melekat dalam perasaan-perasaan, kecenderungan-kecenderungan mereka, dan lubuk-lubuk hati mereka yang paling dalam. Kemudian adab-adab itu juga harus bersemayam dalam kehidupan komunitas orang-orang yang beriman, sehingga menjadi panutan dan aturan yang dipatuhi. Bila tidak tercipta, maka yang akan terjadi adlah kekacauan yang tiada terhingga.

Dalam ayat 62 tadi dikatakan bahwa, bukanlah orang beriman, orang-orang yang hanya berkata dengan mulut mereka, namun tidak membuktikannya dengan tanda-tanda kesejatian perkataan mereka dan mereka tidak taat kepada Allah dan Rasulullah.
"… apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya…"
Urusan bersama adlah urusan yang sangat penting, yang membutuhkan keikutsertaan semua komponen dalam jamaah, untuk mengatasi sebuah pandangan atau peperangan atau pekerjaan umum yang dilakukan bersama-sama. Orang-orang yang beriman tidak akan pergi meninggalkannya sampai mereka meminta izin kepada pemimpin mereka. Sehingga urusan tidak menjadi kacau tanpa kestabilan dan keorganisasian.

Orang-orang yang beriman dengan iman seperti ini dan berperilaku dengan adab seperti ini, tidak akan pernah minta izin kecuali untuk sebuah urusan yang sangat darurat dan penting. Mereka memiliki daya selektivitas dan pencegahan dari iman dan adab mereka yang menjaga mereka dari bersikap berpaling dari urusan bersama itu yang telah mengusik hati semua jamaah dan mengharuskan mereka sepakat atas semua keputusan bersama. Bersama dengan ini, alqur'an tetap meletakkan hak memberi izin atau tidak, kepada pendapat Rasulullah sebagai pemimpin jamaah. Hal itu dianugerahkan kepada Rasulullah setelah setiap individu diberi hak yang sama dalam meminta izin.
"… maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka…"
(Rasulullah telah disalahkan oleh Allah karena memberi izin kepada orang-orang munafik sebelumnya, maka Allah berfirman kepada beliau dalam surah at-Taubah ayat 43, 
"Semoga Allah mema'afkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?"

Allah memberikan hak penuh kepada pandangan Rasulullah. Bila beliau ingin mengizinkan, maka hak beliau untuk mengizinkannya. Dan, bila beliau tidak ingin memberikan izin, juga merupakan hak hak beliau. Allah menghilangkan perasaan bersalah dari Rasulullah karena tidak memberikan, walaupun kadangkala di sana ada kebutuhan yang sangat mendesak. Jadi kebebasan sepenuhnya diberikan kepada pemimpin dalam menimbang antara maslahat orang tetap berada di tempat tugasnya dan maslahat bila dia pergi meninggalkannya. Seorang pemimpin diberikan keleluasaan untuk menentukan keputusan dalam masalah kepemimpinan ini sesuai dengan pandangannya.
Dari sini tersirat bahwa keputusan untuk meninggalkan kepentingan darurat itu; dan tidak pergi meninggalkan tugas itulah yang paling utama. Meminta izin dan pergi meninggalkan tugas dalam kondisi itu merupakan kesalahan yang kemudian membuat nabi SAW harus memohon ampunan bagi orang-orang yang memiliki uzur.
"…dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Dengan permohonan ampunan itu, ia mengikat hati orang-orang yang beriman. Sehingga, mereka tidak berusaha meminta izin walaupun punya pilihan untuk itu, karena mereka mampu menguasai uzur yang mendorongnya untuk meminta izin.
Kemudian Allah memperingatkan orang-orang munafik dari sikap mencari-cari celah dan pergi meninggalkan Rasulullahtanpa izin, dengan berlindung kepada sebagian teman mereka yang lain dan saling menyembunyikan diri. Mereka harus yakin bahwa mata Allah selalu mengintai mereka, walaupun mata Rasulullah tidak melihat mereka.
"…Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya)…"

Ungkapan itu menggambarkan tentang upaya melepaskan diri dan mencari-cari celah dari perhatian majelis. Di situ jelas tergambar ketakutan mereka untuk berhadapan, serta kehinaan gerakan dan perasaan yang menimpa jiwa-jiwa mereka.
"…maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih."

Jadi, ternyata meminta izin adalah simbol komunikasi yang efektif, sementara komunikasi adalah alat yang penting dalam bekerja secara kelompok. Kelompok yang membiasakan minta izin terlebih dahulu, menunjukan pribadi dan kelompok yang solid dan memiliki aturan main.
Adab minta izin ini sangat terkait dengan disiplin, sistem, dan aturan jamaah serta ketaatan kepada pemimpin. Jika kita menyepelekan hal 'meminta izin' ini, maka keinginan menjadi jamaah yang solid, sulit untuk diwujudkan. 
Wallahu a'lam.

MARAJI’
1. Al Qur'an al-karim
2. Fiqh Shirah
3. Sikap Mata, Jilid II

3 Juni 2013

Menyentuh Hati


Dakwah berarti pula mensyiarkan. Mensyiarkan nilai-nilai keislaman. Mengajak orang lain kepada kebaikan. Tak dipungkiri butuh triks dan cara khusus untuk melakukannya, memikat hati para objek dakwah. Setelah membaca buku “Bagaimana Menyentuh Hati”  Abbas as-Siisii terkandung hikmah yang dapat kita jadikan nasehat penting dalam perjalanan dakwah ini.
Hati yang keras akan mudah lunak dengan kelembutan. “ Maka disebabkan oleh rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar , tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. “ (Q.S. Al-imron: 159)

Dalam menyentuh hati, ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu cerdas akal dan bersih hati. Cerdas akal bukan berarti harus memiliki kecerdasan yang brilian tetapi cukuplah dengan mampu memandang segala sesuatu secara proposional. Hati yang bersih yaitu hati yang dipenuhi kasih sayang dan rasa cinta serta mengharap keridhoan dari Alloh. Hati yang bersih diperoleh ketika kita selalu mendekatkan diri kepada Alloh sehingga hati-hati kita senantiasa bercahaya dan cahaya itu pun berpendar sehingga dapat memberikan cahaya pemikat hati kepada orang-orang di sekeliling kita.

Nurhayati
'Bagaimana Menyentuh Hati'

Pewarna Peradaban


Muslimah memiliki tuntutan peran dalam berbagai bidang kehidupan baik kehidupan rumah tangga, sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik dan pemerintahan. Segalanya perlu dipersiapkan oleh seorang muslimah agar para muslimah mengetahui kedudukannya di masing-masing peran tersebut. Dari kisah shohibiyah-shohibiyah yang ada seperti Khodijah binti Walid, Ssma binti Abu Bakar, Fatimah binti Muhammad bisa menjadi gambaran bagi kita bahwa wanita muslimah memiliki andil besar dalam peran-peran tersebut, semangat berkarya wahai muslimah. Warnai peradaban dengan karya

-Noor_Hayy-
Keakhwatan 2, Cahyadi Takariawan

Tertawan dan Menawan,


Syiar berarti menyeru atau menyampaikan, sedangkan syiar Islam berarti menyeru atau menyampaikan nilai-nilai Islam kepada orang-orang. Sudah begitu banyak dari kita, terutama dari kalangan pemuda dengan karakter semangat berapi-api yang sangat khas, menyeru dan mengajak manusia lain untuk mengenal kebaikan dan kebenaran. Namun sangat disayangkan beberapa dari kita, yang menyerukan Islam, juga belum memahami bagaimana menyentuh objek-objek dakwah yang ingin kita rangkul. Objek-objek dakwah tersebut adalah orang yang sama seperti kita, sama-sama memiliki hati dan bukan objek mati yang tidak memiliki respon terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya.
Hati yang beriman merupakan sumber penggerak. Bahkan setiap manusia di sudut dunia senantiasa dibimbing oleh hati, apabila mereka masih mau layak disebut sebagai manusia. Oleh sebab itu, sebelum kita melangkah jauh dengan bermaksud mengarahkan dan menunjukkan jalan kebenaran kepada orang lain, sudah selayaknya kita harus mampu menyentuh sumber motivasi penggerak dirinya yaitu hati. Itulah mengapa seringkali kita sering melihat (atau menyaksikan sendiri) begitu banyak seseorang yang telah “tertawan” hatinya oleh lawan jenisnya sehingga mereka rela melakukan dan memberikan apapun yang mereka miliki kepada orang yang telah mampu “menawan” hatinya, betapapun itu sangat pahit dan berat bagi dirinya. Meskipun hal ini berada dalam bingkai yang salah dalam tatanan Islam, sudah selayaknya kita mengkaji mengapa hal itu bisa terjadi dan nampaknya memang sisi hati inilah yang harus mampu disentuh terlebih dahulu sebelum kita sebagai penebar nilai Islam berbicara lebih jauh dan lebih banyak. Analoginya, apabila hati yang telah “tertawan” oleh sesuatu nilai yang melenceng (dalam kasus di atas adalah cinta yang didasari nafsu belaka) saja bisa menggerakkan manusia melakukan apapun maka hati yang telah tersentuh oleh keindahan Islam (yang telah kita yakini bersama sebagai rahmatan lil ‘alamin) pastilah akan mampu menggerakkan manusia untuk melakukan sesuatu yang jauh lebih dahsyat. Di sinilah tugas kita sebagai da’i untuk mengeksplorasi, mengeksploitasi, dan mengemas nilai-nilai Islam sedemikian rupa sehingga orang-orang bisa melihat, mendengar, dan merasakan sendiri keindahan nilai-nilai ini. Dengan begitu mereka bisa menerima Islam dengan penuh kenyamanan dan tanpa merasa mendapat intervensi serta paksaan dari orang yang mengabarkan Islam.
Kita telah memahami bagaimana hati memiliki peranan penting dalam syiar Islam sebagai aspek yang harus disentuh terlebih dahulu. Sekarang kita akan membahas hal-hal apa saja yang mampu menyentuh hati dan bagaimana kita menampilkannya dengan cara yang baik dan tepat sesuai tuntunan Al Qur’an dan Hadits. Berikut beberapa hal yang mampu menyentuh hati menurut buku “Bagaimana Menyentuh Hati” karangan Abbas As Siisiy :
1. Menghafal Nama
Mungkin sebagian besar dari kita, termasuk saya sendiri, merasa kesulitan untuk mengingat nama orang-orang yang baru kita kenal. Saya sendiri lebih mudah mengingat wajah seseorang dibandingkan namanya. Namun percayalah bahwa mengingat nama adalah hal yang penting karena dari sinilah terjadi interaksi dan lahirnya sifat saling percaya sesama individu. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kata yang paling sering diucapkan dalam percakapan manusia, baik secara langsung maupun lewat telepon, adalah kata “aku”. Ini membuktikan bahwa setiap manusia ingin dipandang dan dihargai lebih oleh orang lain. Bagi setiap orang, lantunan rangkaian kata yang paling indah di dunia ini adalah namanya sendiri. Oleh karena itu, berusahalah untuk mengingat nama objek dakwah yang ingin kita dekati sebelum kita menyampaikan Islam. Salah satu caranya adalah dengan mencoba mengingat namanya dengan memperhatikan ciri-ciri wajahnya (jenis rambutnya, warna kulitnya, memakai kacamata atau tidak, berjenggot, dan sebagainya) atau mencatat nama orang yang baru kita kenal. Hal ini bisa dikembangkan lebih jauh sesuai dengan cara yang paling mudah bagi seorang da’i untuk mengingat nama objek dakwahnya.
2. Tersenyum
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda “Senyummu di muka saudaramu adalah sedekah”. Di sini dijelaskan secara gamblang bahwa senyum yang dihitung sedekah adalah senyum yang diberikan di depan saudara kita. Jadi, senyum yang tidak terlihat di depan saudara kita tidak akan memiliki arti dan tidak meninggalkan kesan di hati mereka. Di sini, senyuman yang dimaksud adalah senyum yang tulus ikhlas dan tidak dibuat-buat. Senyuman di depan saudara kita haruslah berupa senyuman yang berasal dari hati nurani dan penuh dengan ketulusan karena senyuman adalah gambaran isi hati yang menggerakkan perasaan dan terpancar pada wajah. Senyuman yang tulus ikhlas adalah fitrah, yang akan membuat hati manusia terpikat dan bersimpati.
3. Penampilan Seorang Da’i
Cara bertutur kata dan penampilan seorang da’i akan menarik perhatian orang-orang yang mendengar dan melihatnya, karena pada dasarnya jiwa manusia cenderung dan tertarik dengan penampilan yang indah dan baik. Sebuah ungkapan mengatakan “Keberhasilan sebuah misi akan bergantung pada si pembawa misi tersebut”. Contoh yang paling jelas dalam hal ini adalah penunjukan Mushab bin Umair oleh Rasulullah sebagai pemimpin delegasi di Madinah untuk menyampaikan syiar Islam. Kita telah ketahui bahwa Mushab bin Umair merupakan seorang pemuda yang memiliki kedalaman ilmu yang baik dan memiliki penampilan yang sangat menawan. Penampilan dan akhlak yang baik akan membuat orang yang baru saja memandang menjadi tertarik dan simpati. Sehingga tak heran kita menjumpai ada sebagian orang yang menggantungkan kepercayaan melalui pandangan matanya.
4. Pandangan yang Penuh Kasih Sayang
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa memandang saudaranya dengan kasih sayang niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya”. Yang dimaksud pandangan dalam hadits ini adalah pandangan yang ditujukan kepada hati dan mengajaknya berbicara dengan lemah lembut. Sebuah pandangan yang penuh cinta dan kasih sayang kepada saudaranya akan dapat berpengaruh dalam mengantarkan kepada kebenaran yang akhirnya dapat mempererat barisan dan memperkuat bangunan. Apa yang tersimpan dalam hati akan tersingkap dalam tatapan mata. Oleh karena itu, berikanlah pandangan yang penuh ketulusan kepada setiap orang yang kita temui, termasuk kepada penerima dakwah kita, karena hal itu akan tersampaikan kepada mereka meskipun kita terkadang tidak menyadarinya.
5. Menyebarkan Salam dan Memberi Salam Lebih Dahulu
Menyebarkan salam akan mampu memberikan rasa aman dan simpati kepada orang-orang yang mendengarkannya. Memberikan salam bisa diberikan baik kepada orang yang sudah kita kenal maupun yang belum kita kenal. Bahkan bagi kita yang memberi salam lebih dahulu akan memberikan daya tarik tersendiri dan akan mampu memikat orang di sekitar kita, selain itu hal tersebut akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah.
6. Memberikan Tempat Duduk dalam Suatu Majelis
Dalam sebuah kesempatan, kita diundang dalam suatu undangan dan kita tidak mendapatkan tempat duduk di dalam ruangan acara tersebut karena ruangan telah penuh oleh tamu undangan. Pastinya hal tersebut akan membuat kita merasa bingung, salah tingkah, bahkan kesal. Sampai pada akhirnya ada seseorang yang menawarkan tempat duduk pada kita. Pastinya orang tersebut akan berkesan di hati kita sampai kapanpun. Begitu pula sikap kita apabila kita melihat ada orang yang nampak kebingungan karena tidak mendapatkan tempat duduk dalam suatu majelis. Berikanlah tempat duduk padanya, niscaya kita akan senantiasa berkesan di hatinya. Dalam Q.S. Al Mujadilah : 11 dijelaskan, “Wahai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepada kalian, ‘Berlapang-lapanglah dalam suatu majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian…”
7. Berjabat Tangan

Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda “Tidaklah seorang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan, kecuali bagi mereka ampunan sebelum mereka berpisah”. Yang dimaksud di sini adalah jabat tangan yang disertai rasa kasih sayang dan ketulusan kepada saudaranya. Selain itu, kita harus menjabat tangan saudara kita sambil menghadapkan tubuh kita ke arah saudara kita, tidak dalam keadaan tubuh menyamping atau setengah-setengah ketika menjabat tangannya. Sudah selayaknya jabatan tangan kita harus dibarengi dengan tatapan dan perasaan yang hangat serta senyuman yang datang dari hati sehingga orang-orang yang merasakan jabat tangan kita akan merasa nyaman dan bisa menerima keberadaan kita. Yang perlu diingat, hal ini harus dilakukan antar pria dengan pria atau wanita dengan wanita karena Rasulullah mengajarkan seperti itu.


Epha Emoto_2010
'Bagaimana Menyentuh Hati'

Meski hanya Seutas Senyum dan Setangkai Bunga..


Epha Emoto_Biologi 2010
Ya Allah, mungkinkah di dalam tubuh kami yang sehat dan mata kami yang dapat melihat dengan jelas ini, sesungguhnya hati kami buta, tuli dan bisu sehingga kami tak medengar suara-suara jeritan kesakitan saudara kami yang sedang di siksa oleh polisi dunia? Ataukah harga diri kami yang telah runtuh sehingga kami tak tau kebenaran yang harus kami suarakan hanya karena bukan kami sendiri yang mengalami?
-Ampuni kami ya Allah meski kami sering lupa-
Astaghfirullahal ‘adzim…
Astaghfirullahal ‘adzim…
Astaghfirullahal ‘adzim…
Telah berlalu dihadapan kita peristiwa demi peristiwa. Ada banyak hal yang memenuhi benak kita. Tentang mayat-mayat di Irak yang tak terurus, tentang bayi-bayi yang kehilangan Ibunya, tentang anak-anak yang mengerang kesakitan karena sebuah peluru yang menembus dada, dan tentang kita yang menikmati kesengsaraan mereka sebagai tontonan menarik yang menimbulkan kegembiraan. Disaat mata mereka tak sanggup lagi menitikan kepiluan, di sini kita asyik berpesta, lengkap dengan sebotol Cola-cola.
Disaat kita sedang tertidur lelap memeluk bantal dan guling, para perempuan di Palestina mungkin sedang menangisi anaknya yang telah mati karena disiksa Yahudi dan Amerika. Disaat kita sedang asyik menonton pentas para lelaki cantik dari korea, ribuan anak-anak Palestina barangkali sedang menangis dengan teriakan yang panjang karena peperangan tak pernah kunjung usai. Peluru-peluru panas bisa setiap saat merobek jantungnya. Roket-roket yang ganas, bisa setiap saat menghancurkan tempat mereka berteduh.
Hari ini anak-anak Palestina sedang diyatimkan, bahkan dibunuh dengan amat menyiksa, oleh Yahudi Israel dengan dukungan penuh Amerika -negeri yang membunuh orang-orang shaleh atas nama perdamaian. Anak-anak itu siap melawan pesawat-pesawat tempur dan tank-tank yang siap memuntahkan bom, dengan batu-batu kecil. Tak ada pertolongan buat mereka. Tidak dari Arab Saudi, tidak juga dari negeri-negeri cinta damai. Sebab, perdamaian hanya diperuntukan bagi para penjarah agar bebas melakukan apa saja tanpa perlawanan.
Anak-anak itu menulis sejarah dengan darahnya. Sementara kita disini hanya mengagumi mereka, sesekali dengan rasa haru dengan menikmati sepotong browniz coklat ataupun bakso mini. Tak  ada yang kita lakukan selain itu. Tidak menolongnya, tidak pula berusaha berbuat sesuatu yang bisa membentu mereka melemahkan musuh. Tak ada yang kita kerjakan, kecuali sekedar asyik membicarakan tanpa melakukan tindakan. Sementara pada saat yang sama Israel terus menerus mendapatkan kucuran dana yang cukup untuk membeli persenjataan berat.
Ketika sebagian besar dari kita menggantungkan harapan kepada PBB ataupun negeri adidaya itu, sungguh tidak akan pernah PBB dan Amerika member sanksi yang berarti keciali sekadar basa-basi kepada Negara Yahudi Israel. Mereka tidak akan mampu menegakkan kepala dengan penuh izzah.  Mereka tidak akan membiarkan kita mampu berhadap-hadapan dengan seimbang.
Teringat akan sebuah artikel karya Henry Ford, yang intinya adalah kalau mereka mengatakan perdamaian dunia, yang sesungguhnya terjadi adalah legitimasi terhadap penjajahan, perampokan, penindasan, dan terorisme yang mereka lakukan. Jika mereka meneriakan guru kita sebagai fundamentalis, yang sesungguhnya terjadi adalah mereka sedang membangun fundamentalisme. Sementara kita dibawa ke Sekularisme, strategi mereka untuk melemahkan kita.  Kalau mereka sedang menyerukan anti-terorisme, yang sesungguhnya terjadi adalah mereka menyibukkan kita agar lupa dan member jalan bagi mereka untuk melakukan terror kepada orang-orang tak berdosa.
Ya ukhti,,,pantaskah kita disebut sebagai seorang da’i ketika saudara kita ada yang terdzalimi, ketika agama kita di serang orang Yahudi dan kita tidak bisa berbuat apa-apa. Bukankah nabi pernah mengingatkan kita dengan sabdanya , “Allah melaknat orang yang membiarkan seorang muslim dalam kesulitannya dan tidak membantunya”.
Astaghfirullahal ‘adzim…
 Ya Ukhti,,pantaskah kita kelak bersanding dengan para wanita-wanita tangguh yang dahulu berkontribusi dalam peperangan demi menegakkan syariat islam. Ummu Sulaim dengan keberanian dan sebilah pisaunya, Rubayyi binti Mu’awidz dengan air minum serta pelayanan yang ia berikan kepada para korban peperangan, Ummu Athiyah yang ikut berperang bersama Rasulullah sebanyak 7 kali, Aisyah Binti Abu Bakar yang berlari membawa air dalam geribah untuk para pejuang perang hingga air habis dan kembali mengambil air dan datang lagi untuk memberi minum  para pejuang itu.

Ya ukhti,, kita harus berbuat, meski sedikit. Meski tidak dengan pisau, gerabah ataupun turun berperang berkali-kali.  Kita harus menolong saudara kita, meski hanya dnegan seutas senyum dan sekuntum bunga. Kita harus menyelamatkan saudara-saudara kita, meski hnaya dengan mengindari produk-produk yang mendukung keganasan Israel. Sekecil apapun, Allah akan menjadikannya besar apa bila kita bersungguh-sungguh. InsyaAllah…

Keakhwatan 2, Cahyadi Takariawan

Sederhana, untuk sebuah Mahakarya


Menaklukan hati didahulukan sebelum menaklukan akal
Hanya dengan perbuatan-perbuatan kecil seperti senyuman, ucapan salam, mengingat nama, memanggil dengan panggilan yang paling disukai pandangan kasih sayang yang meneduhkan, menanyakan kondisi saudaranya, perkataan yang lemah lembut mampu menyentuh hati orang lain sehingga setelah hatinya tersentuh maka dengan mudah akalnya dapat ditaklukkan. Karena kesan pertama baik dari senyuman, pandangan yang meneduhkan maupun salam yang terucap mampu mengubah suasana hati seseorang sehingga ketika suasana hatinya sudah baik maka apa yang disampiakan kepadanya akan mampu diterima dengan baik. Dakwah adalah seni, bersabar dalam berdakwah adalah jihad, dalam berdakwah dibuthkan kesabaran.

Siti Munadhiroh, Bagaimana Menyentuh Hati Abas Asisi

Persiapkan Dirimu...

Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedangkan kamu melupakan diri(kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Alkitab, apakah kamu tidak berpikir? (Al-Baqarah 44)
Sebagai seorang muslimah yang diciptakan dengan segala kekurangan dan kelebihannya, kita dituntut untuk tidak sekedar mampu mengajak orang  lain mengerjakan kebaikan namun kita juga dituntut untuk mampu mengamalkan apa yang telah diajarkan kepada orang lain. Seperti sebuah kisah Rasulullah SAW yang menyeru sebanyak 3 kali kepada para sahabatnya untuk menyembelih hewan qurban dan bercukur setelah beliau selesai mengurus naskah perjanjian dan tidak ada satupun sahabat yang menghiraukan seruan tersebut maka Rasulullah pun mengerjakan apa yang beliau serukan tersebut hingga akhirnya para sahabat mengikuti apa yang beliau kerjakan.
Penyiapan yang harus dilakukan seorang muslimah dalam jalan dakwah agar dapat berjalan dengan baik yaitu dengan mempersiapkan spiritual, intelektual, fisik, materi. Penyiapan spiritual dapat dilakukan dengan memiliki kejelasan loyalitas yaitu hanya untuk Allah, rasulNya dan orang-orang yang beriman, senantiasa menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji dan meningkatkan amalan-amalan harian seperti sholat sunnah, tilawah dan senantiasa berdzikir. Penyiapan intelektual dapat dilakukan dengan memperkaya diri dengan berbagai macam ilmu pengetahuan baik pengetahuan Islam maupun modern dan mempunyai keahlian yang dapat emndukung jalannya dakwah. Penyiapan fisik dapat dilakukan dengan senantiasa menjaga kesehatan diri karena Allah lebih menyukai muslim yang kuat daripada muslim yang lemah. Penyiapan materi dilakukan agar kita tidak hanya bergantung pada orang lain.
Seorang muslimah juga dituntut untuk terlibat dalam berbagai pentas kehidupan seperti yang telah dilakukan oleh para shahabiyahseperti Khadijah binti Khuwailid, Asma binti Abu Bakar, Fatimah binti Muhammad SAW, Aisyah binti Abu Bakar, Assyifa binti Abdullah, Ummu Salamah dll. yang terlibat baik dalam kehidupan rumah tangga, pendidikan, kesehatan, perdagangan, politikmaupun  dakwah.

-Muna-
Keakhwatan 2, Cahyadi Takariawan

SMILE^^


Begitu remeh tapi siapa yang tahu dampaknya akan seperti apa. Berawal dari sebuah senyuman, dari sanalah terjadi sebuah ikatan tak kasat mata.
Senyum adalah gambaran isi hati yang menggerakkan perasaan dan memancar pada wajah seperti kilatan cahaya, seakan berbicara dan memanggil, sehingga hati yang mendengar akan terpikat.
Dengan senyum orang-orang disekitar akan merasa nyaman dengan kita.  Mereka akan merasa bahwa ada seseorang yang peduli dan sayang dengan mereka. Dan dengan itulah kita dapat dengan mudah menggerakkan hati-hati mereka.
Sabda Rasulullah “Kamu tidak akan dapat membahagiakan orang lain dengan hartamu, tetapi yang dapat membahagiakan mereka adalah wajah yang ceria dan akhlak yang mulia”
Dan juga sabda beliau “Senyum kepada saudaramu adalah Shadaqah”
Tersenyumlah, maka dunia akan tersenyum padamu.

BAGAIMANA MENYENTUH HATI oleh Syekh Abbas bin Hasan As-Siisiy
Di tulis oleh
Azma Sh ^^

DZATUN NITHAQAIN


Siapa lagi pemilik julukan tersebut selain Asma’ binti Abu Bakar As-Shidiq. Salah satu shahabiyah yang menjadi sumber inspirasi para akhwat saat ini.  Beliau merupakan sosok pribadi luar biasa yang memiliki banyak keteladanan yang patut ditiru.
Merupakan sesosok ibu pendidik
Beliaulah yang menguatkan putranya Abdullah bin Zubair saat putranya dalam kondisi terdesak karena dikepung oleh Hajjaj ats-Tsaqafi selama enam bulan dan dihalangi penduduknya dari makanan dan minuman, dengan harapan banyak penduduk yang menyerah kemudian meninggalkannya. Saat itulah Abdullah meminta pertimbangan Asma’ binti Abu bakar. Asma’ yang saat itu berusia 97 tahun memberikan semangat dan nasihat kepada Abdullah dan berkata bahwa jika menurut keyakinanmu engkau berada dijalan yang benar dan mengajak untuk mencapai kebenaran itu, maka bersabar dan bertawakkallah dalam melaksanakan tugas itu sampai titik darah penghabisan. Tidak ada kata mnyerah dalam kamus perjuangan.
Setelah Asma’ memberikan nasehat bijaknya untuk Abdullah, kemudian keduanya berpelukan dan Abdullah bin Zubair maju ke medan pertempuran. Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu, Abdullah bin Zubair gugur sebagai syahid. Kepalanya dipenggal dan tubuhnya disalib dengan posisi terbalik. Asma’ berkata kepada musuh-musuh Allah swt.,”Aku berpendapat bahwa kamu telah merusak dunianya, sementara dia telah menghancurkan akhiratmu”.
Anak yang Berbakti Kepada Orang Tua
Salah satu kisah yang menunjukkan bakti beliau terhadap orangtuanya yaitu saat ayah nya – Abu Bakar as Shidiq- bersama Rosulullah pergi menuju Madinah. Abu Bakar pergi dengan membawa seluruh hartanya. Mengetahui hal itu kakek Asma’ pun marah-marah dan berkata “Bagaimana dia pergi tanpa meninggalkan sesuatu pun?”
Lalu, Asma’ pun berkata, “Tidak, ayah meningglkan banyak harta untuk kita.” Asma’ pun bangkit dan menuntun kakek nya untuk memegang pundi-pundi yang dibungkus dengan kain. Padahal isi pundi-pundi itu adalah batu. Saat itu penglihatan ayah Abu Bakar memnag sudah rabun karena usia. Melihat hal iti membuat ayah Abu Bakar merasa lega.
Pengingkaran terhadap Pemimpin yang Zalim
Setelah terbunuhya abdullah bin Zubair, al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi pergi menemui Asma’ binti Abu Bakar dan berkata, “bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah kulakukan terhadap musuh Allah itu?”
Asma’ berkata, ”Aku berpendapat bahwa kamu telah merusak dunianya, sementara dia telah menghancurkan akhiratmu.. dan bahwasannya Rasulullah pernah menceritakan kepada kami bahwa diantara kaum tsaqif itu ada seorang pembohong dan seorang perusak (tirani). Pembohong itu sudah kita lihat, sedangkan tirani, aku kira kamulah orangnya.” Mendengar hal tersebut Al-Hajjaj berdiri meningglkan Asma’ tanpa melaanjutkan lagi dialognya.”

KEAKHWATAN 2 oleh Ustdz. Cahyadi Takariawan
-AZMA SH-