Dakwah identik
dengan seorang Da’i yang memiliki misi untuk membuat orang lain yang ada
disekelilingnya itu melakukan kebaikan. Tidak mungkin pemilik hati yang sarat
cinta dan keimanan, pada saat yang sama ia adalah seorang yang berhati gersang,
kasar, serta menyimpan rasa dengki dan kebencian kepada orang lain. Oleh karena
itu, seorang da’i seharusnya dapat memfungsikan hatinya agar cinta dan keimanan
yang ada dalam dirinya itu terpancarkan pada mad’u-mad’unya.
Dalam melakukan
tugas dakwah, seorang da’i layaknya sebagai pusat pembangkit “Tenaga” yang mengalirkan
kekuatan kepada setiap hati orang-orang muslim (sasaran dakwahnya) agar energi
itu senantiasa dapat menjadikan sebuah sinaran yang dapat menerangi.
Seorang da’i
seperti layaknya seorang pengajar dan seorang dokter, dimana tugasnya seorang
pengajar yang harus mengahayati hati dan memahami pola pemikiran dari anak
didiknya dan membimbingnya agar anak didiknya berhasil. Begitupun tugas seorang
dokter yang berusaha untuk menghapuskan dan menghilangkan penderitaan pasiennya
dengan penyakit yang diderita si pasien tersebut, dengan sebuah kata-kata bijak
yang penuh dengan keyakinan, yang dapat menenangkan hati pasiennya tersebut dan
tentunya memberikan obat yang sesuai bagi pasiennya tersebut.
Seperti itulah
baiknya seorang da’i yang menyebarkan dakwah kepada orang disekelilingnya yang
dapat memberikan ketenangan bagi yang melihatnya dan mendengarkan apa yang
diucapkannya. Karena jika hati yang dimana berperan sebagai penggerak itu dapat
difungsikan dengan baik, maka ia akan mendapat sambutan yang baik dari
masyarakat atau lingkungan sekitarnya. Dengan perasaan dan kasih sayang yang
diiringi dengan kelemah lembutan dan kesabaran itu yang akan menyentuh hati
bagi orang-orang yang ada disekelilingnya. Seperti yang dikatakan dalam firman
Allah SWT dalam QS. Ali Imron:159, yaitu
"Maka
disebabkan rahmat dan Allah-lab kamu berlaku lemah lembut terbadap mereka.
Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berbati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu."
(Al-Imran: 159)
Dalam berdakwah,
kita tidak hanya berkoar-koar saja dan mengajak orang lain untuk berbuat yang
baik, tapi disana adanya terapan ukhuwah agar sasaran dakwah kita merasa
diperhatikan dan merasa ada yang mempedulikannya. Dimana adanya saling
mengenal, memahami tolong menolong dan saling menanggung beban tanpa melihat
status sosialatau lainnya.
Berdakwah dengan
menggunakan hati akan membuat sesuatu yang tidak kita sangka akan terjadi.
Karena disana yang bekerja tidak hanya mulut yang banyak mengeluarkan kata-kata
manis, tapi itu berasal dari hati yang penuh dengan cinta dan keimanan.
Rasulullah pun dahulu ketika berdakwah, beliau selalu menggunakannya dengan
diiringi rasa cinta kasih dan kesabaran, walaupun orang-orang yang ada
disekelilingnya itu tidak menyukai dakwahnya Rasulullah, tapi beliau sangat
lembut memperlakukan musuhnya. Bahkan Rasulullah sebelum meninggalnya, beliau
setiap paginya selalu menyuapi kakek tua buta yang setiap hari mencela
Rasulullah, tapi Rasulullah dengan penuh kelembutan, cinta dan kesabaran dalam
menyuapi kakek tua tersebut yang akhirnya membuat kakek tersebut merasa
kehilangan dan tersentuh hatinya saat diketahui bahwa yang selama itu
menyuapinya adalah Muhammad yang selalu ia cela setiap harinya. Atas perlakuan
Rasulullah kepada kakek tua tersebut, membuat kakek tua itu mengucapkan
syahadat dan masuk islam. Seperti itulah dakwahnya Rasulullah yang selalu
beliau iringi dengan hati yang tulus, penuh dengan cinta, kelembutan dan
kesabaran. Bahkan beliau lebih banyak memuji orang lain yang beliau temui, demi
untuk mengakrabkan walaupun itu adalah orang kafir Quraisy.
Oleh karena itu,
pandai berbicara saja atau penampilan yang menarik saja itu tidak cukup dalam
melakukan aktivitas dakwah, tapi harus diiringi dengan kelembutan hati,
keimanan yang kuat dan pemahaman yang syamil. Dimana da’i harus mengetahui
bagaimana menyentuh hati orang-orang yang ada disekelilingnya (sasaran dakwah).
-Rina Mulyaningsih-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar