3 Juni 2013

Meski hanya Seutas Senyum dan Setangkai Bunga..


Epha Emoto_Biologi 2010
Ya Allah, mungkinkah di dalam tubuh kami yang sehat dan mata kami yang dapat melihat dengan jelas ini, sesungguhnya hati kami buta, tuli dan bisu sehingga kami tak medengar suara-suara jeritan kesakitan saudara kami yang sedang di siksa oleh polisi dunia? Ataukah harga diri kami yang telah runtuh sehingga kami tak tau kebenaran yang harus kami suarakan hanya karena bukan kami sendiri yang mengalami?
-Ampuni kami ya Allah meski kami sering lupa-
Astaghfirullahal ‘adzim…
Astaghfirullahal ‘adzim…
Astaghfirullahal ‘adzim…
Telah berlalu dihadapan kita peristiwa demi peristiwa. Ada banyak hal yang memenuhi benak kita. Tentang mayat-mayat di Irak yang tak terurus, tentang bayi-bayi yang kehilangan Ibunya, tentang anak-anak yang mengerang kesakitan karena sebuah peluru yang menembus dada, dan tentang kita yang menikmati kesengsaraan mereka sebagai tontonan menarik yang menimbulkan kegembiraan. Disaat mata mereka tak sanggup lagi menitikan kepiluan, di sini kita asyik berpesta, lengkap dengan sebotol Cola-cola.
Disaat kita sedang tertidur lelap memeluk bantal dan guling, para perempuan di Palestina mungkin sedang menangisi anaknya yang telah mati karena disiksa Yahudi dan Amerika. Disaat kita sedang asyik menonton pentas para lelaki cantik dari korea, ribuan anak-anak Palestina barangkali sedang menangis dengan teriakan yang panjang karena peperangan tak pernah kunjung usai. Peluru-peluru panas bisa setiap saat merobek jantungnya. Roket-roket yang ganas, bisa setiap saat menghancurkan tempat mereka berteduh.
Hari ini anak-anak Palestina sedang diyatimkan, bahkan dibunuh dengan amat menyiksa, oleh Yahudi Israel dengan dukungan penuh Amerika -negeri yang membunuh orang-orang shaleh atas nama perdamaian. Anak-anak itu siap melawan pesawat-pesawat tempur dan tank-tank yang siap memuntahkan bom, dengan batu-batu kecil. Tak ada pertolongan buat mereka. Tidak dari Arab Saudi, tidak juga dari negeri-negeri cinta damai. Sebab, perdamaian hanya diperuntukan bagi para penjarah agar bebas melakukan apa saja tanpa perlawanan.
Anak-anak itu menulis sejarah dengan darahnya. Sementara kita disini hanya mengagumi mereka, sesekali dengan rasa haru dengan menikmati sepotong browniz coklat ataupun bakso mini. Tak  ada yang kita lakukan selain itu. Tidak menolongnya, tidak pula berusaha berbuat sesuatu yang bisa membentu mereka melemahkan musuh. Tak ada yang kita kerjakan, kecuali sekedar asyik membicarakan tanpa melakukan tindakan. Sementara pada saat yang sama Israel terus menerus mendapatkan kucuran dana yang cukup untuk membeli persenjataan berat.
Ketika sebagian besar dari kita menggantungkan harapan kepada PBB ataupun negeri adidaya itu, sungguh tidak akan pernah PBB dan Amerika member sanksi yang berarti keciali sekadar basa-basi kepada Negara Yahudi Israel. Mereka tidak akan mampu menegakkan kepala dengan penuh izzah.  Mereka tidak akan membiarkan kita mampu berhadap-hadapan dengan seimbang.
Teringat akan sebuah artikel karya Henry Ford, yang intinya adalah kalau mereka mengatakan perdamaian dunia, yang sesungguhnya terjadi adalah legitimasi terhadap penjajahan, perampokan, penindasan, dan terorisme yang mereka lakukan. Jika mereka meneriakan guru kita sebagai fundamentalis, yang sesungguhnya terjadi adalah mereka sedang membangun fundamentalisme. Sementara kita dibawa ke Sekularisme, strategi mereka untuk melemahkan kita.  Kalau mereka sedang menyerukan anti-terorisme, yang sesungguhnya terjadi adalah mereka menyibukkan kita agar lupa dan member jalan bagi mereka untuk melakukan terror kepada orang-orang tak berdosa.
Ya ukhti,,,pantaskah kita disebut sebagai seorang da’i ketika saudara kita ada yang terdzalimi, ketika agama kita di serang orang Yahudi dan kita tidak bisa berbuat apa-apa. Bukankah nabi pernah mengingatkan kita dengan sabdanya , “Allah melaknat orang yang membiarkan seorang muslim dalam kesulitannya dan tidak membantunya”.
Astaghfirullahal ‘adzim…
 Ya Ukhti,,pantaskah kita kelak bersanding dengan para wanita-wanita tangguh yang dahulu berkontribusi dalam peperangan demi menegakkan syariat islam. Ummu Sulaim dengan keberanian dan sebilah pisaunya, Rubayyi binti Mu’awidz dengan air minum serta pelayanan yang ia berikan kepada para korban peperangan, Ummu Athiyah yang ikut berperang bersama Rasulullah sebanyak 7 kali, Aisyah Binti Abu Bakar yang berlari membawa air dalam geribah untuk para pejuang perang hingga air habis dan kembali mengambil air dan datang lagi untuk memberi minum  para pejuang itu.

Ya ukhti,, kita harus berbuat, meski sedikit. Meski tidak dengan pisau, gerabah ataupun turun berperang berkali-kali.  Kita harus menolong saudara kita, meski hanya dnegan seutas senyum dan sekuntum bunga. Kita harus menyelamatkan saudara-saudara kita, meski hnaya dengan mengindari produk-produk yang mendukung keganasan Israel. Sekecil apapun, Allah akan menjadikannya besar apa bila kita bersungguh-sungguh. InsyaAllah…

Keakhwatan 2, Cahyadi Takariawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar