Epha Emoto_Biologi 2010
Ya Allah, mungkinkah
di dalam tubuh kami yang sehat dan mata kami yang dapat melihat dengan jelas
ini, sesungguhnya hati kami buta, tuli dan bisu sehingga kami tak medengar suara-suara
jeritan kesakitan saudara kami yang sedang di siksa oleh polisi dunia? Ataukah
harga diri kami yang telah runtuh sehingga kami tak tau kebenaran yang harus
kami suarakan hanya karena bukan kami sendiri yang mengalami?
-Ampuni kami
ya Allah meski kami sering lupa-
Astaghfirullahal ‘adzim…
Astaghfirullahal ‘adzim…
Astaghfirullahal ‘adzim…
Telah
berlalu dihadapan kita peristiwa demi peristiwa. Ada banyak hal yang memenuhi
benak kita. Tentang mayat-mayat di Irak yang tak terurus, tentang bayi-bayi yang
kehilangan Ibunya, tentang anak-anak yang mengerang kesakitan karena sebuah
peluru yang menembus dada, dan tentang kita yang menikmati kesengsaraan mereka
sebagai tontonan menarik yang menimbulkan kegembiraan. Disaat mata mereka tak
sanggup lagi menitikan kepiluan, di sini kita asyik berpesta, lengkap dengan
sebotol Cola-cola.
Disaat kita
sedang tertidur lelap memeluk bantal dan guling, para perempuan di Palestina
mungkin sedang menangisi anaknya yang telah mati karena disiksa Yahudi dan
Amerika. Disaat kita sedang asyik menonton pentas para lelaki cantik dari
korea, ribuan anak-anak Palestina barangkali sedang menangis dengan teriakan
yang panjang karena peperangan tak pernah kunjung usai. Peluru-peluru panas
bisa setiap saat merobek jantungnya. Roket-roket yang ganas, bisa setiap saat
menghancurkan tempat mereka berteduh.
Hari ini
anak-anak Palestina sedang diyatimkan, bahkan dibunuh dengan amat menyiksa,
oleh Yahudi Israel dengan dukungan penuh Amerika -negeri yang membunuh
orang-orang shaleh atas nama perdamaian. Anak-anak itu siap melawan
pesawat-pesawat tempur dan tank-tank yang siap memuntahkan bom, dengan
batu-batu kecil. Tak ada pertolongan buat mereka. Tidak dari Arab Saudi, tidak
juga dari negeri-negeri cinta damai. Sebab, perdamaian hanya diperuntukan bagi
para penjarah agar bebas melakukan apa saja tanpa perlawanan.
Anak-anak
itu menulis sejarah dengan darahnya. Sementara kita disini hanya mengagumi
mereka, sesekali dengan rasa haru dengan menikmati sepotong browniz coklat ataupun bakso mini. Tak ada yang kita lakukan selain itu. Tidak
menolongnya, tidak pula berusaha berbuat sesuatu yang bisa membentu mereka
melemahkan musuh. Tak ada yang kita kerjakan, kecuali sekedar asyik
membicarakan tanpa melakukan tindakan. Sementara pada saat yang sama Israel
terus menerus mendapatkan kucuran dana yang cukup untuk membeli persenjataan
berat.
Ketika
sebagian besar dari kita menggantungkan harapan kepada PBB ataupun negeri
adidaya itu, sungguh tidak akan pernah PBB dan Amerika member sanksi yang
berarti keciali sekadar basa-basi kepada Negara Yahudi Israel. Mereka tidak
akan mampu menegakkan kepala dengan penuh izzah.
Mereka tidak akan membiarkan kita
mampu berhadap-hadapan dengan seimbang.
Teringat
akan sebuah artikel karya Henry Ford, yang intinya adalah kalau mereka
mengatakan perdamaian dunia, yang sesungguhnya terjadi adalah legitimasi
terhadap penjajahan, perampokan, penindasan, dan terorisme yang mereka lakukan.
Jika mereka meneriakan guru kita sebagai fundamentalis, yang sesungguhnya
terjadi adalah mereka sedang membangun fundamentalisme. Sementara kita dibawa
ke Sekularisme, strategi mereka untuk melemahkan kita. Kalau mereka sedang menyerukan
anti-terorisme, yang sesungguhnya terjadi adalah mereka menyibukkan kita agar
lupa dan member jalan bagi mereka untuk melakukan terror kepada orang-orang tak
berdosa.
Ya
ukhti,,,pantaskah kita disebut sebagai seorang da’i ketika saudara kita ada
yang terdzalimi, ketika agama kita di serang orang Yahudi dan kita tidak bisa
berbuat apa-apa. Bukankah nabi pernah mengingatkan kita dengan sabdanya ,
“Allah melaknat orang yang membiarkan seorang muslim dalam kesulitannya dan
tidak membantunya”.
Astaghfirullahal ‘adzim…
Ya Ukhti,,pantaskah kita kelak bersanding
dengan para wanita-wanita tangguh yang dahulu berkontribusi dalam peperangan demi
menegakkan syariat islam. Ummu Sulaim dengan keberanian dan sebilah pisaunya,
Rubayyi binti Mu’awidz dengan air minum serta pelayanan yang ia berikan kepada
para korban peperangan, Ummu Athiyah yang ikut berperang bersama Rasulullah
sebanyak 7 kali, Aisyah Binti Abu Bakar yang berlari membawa air dalam geribah
untuk para pejuang perang hingga air habis dan kembali mengambil air dan datang
lagi untuk memberi minum para pejuang
itu.
Ya ukhti,,
kita harus berbuat, meski sedikit. Meski tidak dengan pisau, gerabah ataupun
turun berperang berkali-kali. Kita harus
menolong saudara kita, meski hanya dnegan seutas senyum dan sekuntum bunga.
Kita harus menyelamatkan saudara-saudara kita, meski hnaya dengan mengindari
produk-produk yang mendukung keganasan Israel. Sekecil apapun, Allah akan
menjadikannya besar apa bila kita bersungguh-sungguh. InsyaAllah…
Keakhwatan 2, Cahyadi Takariawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar