30 April 2013

Ukhti Sholihah,



Muslimah memiliki peran sangat penting dalam perkembangan Islam, akan tetapi terkadang muslimah itu sendiri lupa bahwa dirinya memiliki potensial yang sangat luar biasa. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap orang adalah Dai sebelum menjadi apapun, begitu juga dengan muslimah. Untuk menjadi seorang Dai, tentu saja harus memiliki persiapan, diantaranya persiapan spiritual, intelektual, fisik dan materi.
A.   Persiapan Seorang Dai
Persiapan yang harus dilakukan seorang Dai yaitu berkenaan dengan persiapan spiritual, intelektual, fisik dan materi. Keempat persiapan itu harusnya seimbang, akan tetapi yang menjadi pondasinya adalah persiapan spiritual. Takaran kekuatan ruhiyah seseorang ditentukan oleh kekuatan akidah yang tertanam di hatinya. Jika kemudian ditelaah lebih jauh, persiapan yang berkenaan dengan spiritual ini diantaranya kejelasan loyalitas yang dimiliki, akhlak yang dimiliki, amalan sunah yang utama seperti salat malam, tilawah, menyebut nama Allah, dsb.
Persiapan lainnya adalah persiapan intelektual yang tak kalah pentingnya. Seorang Dai sudah seharusnya memiliki wawasan luas yang mencakup ilmu islam nya sendiri, pengetahuan modern, dan alangkah baiknya jika seorang Dai memiliki kecapakan tertentu yang spesifik. Persiapan selanjutnya berkenaan dengan persiapa fisik yang bisa diartikan dengan kesehatan. Hal ini akan sangat penting, karena jika kita tidak sehat, aktifitas kita pasti akan terhambat tidak munfkin tidak bukan? Oleh karena itu seorang Dai harus mempersiapkan fisiknya dengan berolahraga rutin dan menjalankan pola makan yang sehat. Persiapan yang terakhir adalah persiapan materi, yaitu bagaimana seorang Dai seharusnya dapat mengatur keuangannya dengan baik, dengan pengaturan yang baik ini Dai akan seimbang dalam menjalan amanahnya.
B.   Makna Taat
Dalam kehidupan pasti akan ada yang disebut dengan tata tertib atau aturan, dan tentu saja kehidupan masyarakat akan dapat berjalan seimbang, teratur, harmonis dan damai jika manusia di dalamnya menaati peraturan yang ada. Dalam hal ini seorang muslimah harus menaati siapa dulu?

Ketaatan yang mutlak adalah ketaatan kepada Allah SWT dan Rosululloh SAW. Ketaaan kepada Allah merupakan salah satu syarat untuk mendapat Rahmat dari Nya dan juga merupakan kewajiban yang mengikat seorang yang mengaku dirinya beragama Islam, begitu juga ketaatan pada Rosul Nya. Ketaatan Berikutnya adalah ketaatan kepada Ulil Amri. Yang dimaksud dengan ulil amri disini adalah orang-orang yang melaksanakan atau menangani urusan kita dan juga bertanggung jawab terhadap berbagai urusan kehidupan seseorang secara langsung ataupun tidak langsung. Dalam hal ini, yang dimaksud ulil amri adalah Pemerintah, Pemimpin dan suami.

C.    Pakaian Muslimah
Pakaian merupakan karunia Allah yang diberikan kepada manusia, dimana pakaian ini merupakan fitrah. Bagaimanakah pakaian muslimah menurut tuntunan Islam? Apakah harus dengan hijab? Berdasarkan kajian yang mendalam, seperti disebutkan dalam surat Al Ahzab, Hijab adalah tuntunan syariah yang diperuntukan untuk istri-istri Nabi. Adapun yang dimaksud Hijab disini bermakna penghalang, tabir antara laki-laki dan perempuan untuk tidak saling melihat. Adapun syarat-syarat pakaian muslimah diantaranya pakaian tersebut menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan dan pakaian tersebut tidak menampakkan aurat,

D.   Perhiasan Muslimah
Sudah menjadi fitrah manusia khususnya muslimah mencintai keindahan, sehingga wajar jika setiap perempuan ingin tampil rapid an cantik. Islam tidak melarang keindahan dan perhiasan, hanya saja Islam berusaha untuk member batasan agar muslimah tidak berlebihan dan melampaui batas. Perhiasan terbagi menjadi dua, macam yaitu ciptaan atau bawaan dan diusahakan. Perhiasan yang bersifat ciptaan ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu yang boleh tampak dan perhisan yang harus disembunyikan. Perhiasan yang tampak ini terdapat pada wajah dan telapak tangan. Sedangkan perhiasan yang harus disembunyikan yang kemudian disebut dengan aurat adalah seluruh tubuh perempuan, kecuali wajah dan telapak tangan.

Perhisan yang diusahakan oleh perempuan yaitu mencakup perhiasan wajah, perhiasan telapak tangan dan pakaian. Akan tetapi perhiasan yang diusahakan itu akan menjadi dilarang jika perhiasan itu malah mendatangkan fitnah, jalan menuju kerusakan, mendatangkan riya dan sombong, serta hilangnya kepribadian muslimah.  Adapun perhiasan yang hakiki untuk para muslimah adalah kebaikan diri yang dapat diartikan dengan kesalehan.

E.    Etika Interaksi Laki-laki Perempuan
Dalam hidup ini, kita akan menemui dua jenis manusia, yaitu laki-laki dan perempuan.  Berdasarkan kisah-kisah pada Al Qur’an dan Hadits, antara perempuan dan laki-laki boleh terjadi interaksi. Akan tetapi syariat memberikan batasan dan rambu-rambu agar dalam berinteraksi bisa tetap menjaga kebaikan dan tidak keluar dari koridor syariat.

Diantara etika yang ditetapkan syariat dalam kaitannya dengan interaksi antara laki-laki dengan perempuan yaitu menutup aurat, menjaga pandangan, tidak mendayu-dayukan suara, keseriusan agenda interaksi, menghindari jabat tangan pada situasi umum, memisahkan laki-laki dan perempuan, tidak berdesakan, menghindari khalwat, meminta izin suami jika menemui perempuan yang suaminya tidak berpergian, dan menjauhi perbuatan dosa.

F.    Teladan Sahabiyat
Kaum perempuan sesungguhnya memiliki dunianya sendiri, selain medan kehidupan yang beririsan yang menuntut penanganan specific oleh kaum perempuan sendiri. Kehidupan yang seutuhnya tentu menghajatkan peran-peran yang total di seluruh sektornya. Sejarah telah mencatat bahwa sahabiyat menjalankan peran-peran kehidupan utuhnya, tanpa canggung dan ragu-ragu. Peran tersebut diantaranya sebagai ibu rumah tangga (istri salehah), sebagai ibu pendidik, sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, sebagai penuntut ilmu, sebagai pemeran kegiatan sosial, terlibat dalam perawatan kesehatan, sebagai pelaku dalam kegiatan ekonomi, sebagai pelaku dakwah, terlibat dalam kehidupan politik, hijrah ke Madinah, pengingkaran terhadap pemimpin yang zalim, membantu pasukan di medan jihad, terjun di medan jihad, dan pengobatan di medan perang.

G.   Fikih Darah
Perempuan pasti akan berkaitan dengan darah, diantaranya darah darah haid, dairah Istihadhah, darah melahirkan, dan darah nifas. Tentang darah haid, tentang warna, berdasarkan hadits Ummu ‘Atiyah menyebutkan,
"Setelah suci, kami tidak menganggap darah keruh atau kuning sebagai sesuatu pun”.(H.R. Abu Daud). Sedangkan untuk umur seorang perempuan mengalami haid pertamanya, sebagian ulama berpendapat bahwa minimal perempuan yang mendapat haid adalah tibeusia 9 tahun dan untuk usia menopause tidak dapat ditentukan secara pastinya. Dijelaskan juga tentang hal-hal yang dilarang ketika haid, seperti salat, puasa, jimak dan talak. Sedangkan yang diperbolehkan diantaranya berdiam di tempat salat ‘Id, membantu suami, tidur bersama suami dalam satu selimut, menikah, menghadiri hari raya, mendengarkan Al Qur’an dan taqorrub kepada Allah.

Darah lain yang kemungkinan keluar dari wanita adalah darah istihadhah yang secara syariat, diartikan sebagai darah yang keluar di luar hari-hari haidh dan nifas karena adanya penyakit atau kelainan pembuluh darah di rahim bagian bawah.  Sehingga perempuan yang mendapat darah istihadhah ini dikenai kewajiban seperti perempuan yang tidak sedang haidh.

Darah nifas merupakan darah yang dapat keluar pada perempuan saat dia melahirkan. Hukum nifas memiliki banyak persamaan dengan darah haid. Apa yang diharamkan bagi orang nifas maka haram bagi orang haid, seperti salat, puasa, bersetubuh dan lain sebagainya.

H.   Kerancuan Pandang Beberapa Syariat Bagi Perempuan
Ketetapan syariat Allah untuk kaum perempuan yang dalam beberapa hal berbeda dengan laki-laki memang terjadi, namun tentu saja hal itu dimaksudkan justru untuk menciptakan keseimbangan yang seutuhnya dalam kehidupan umat manusia ini, bukannya sebagai alat memarjinalkan kaum perempuan. Syariat tegak di atas prinsip keadilan. Tentu saja, keadilan tidak sinonim dengan kesamaan. Sehingga keragaman beberapa syariat Allah atas laki-laki dan perempuan justru untuk memenuhi prinsip keadilan itu. Karena sebagai kaum beriman, kita harus mendasari cara pandang terhadap masalah ini dengan husnudzan kepada Allah , lalu mencari mutiara-mutiara hikmah dibaliknya untuk lebih memahami maksudnya.
Begitu banyak hal yang dapat digali dari seorang makhluk Allah bernama “Perempuan”, oleh karena itu kita sebagai perempuan harus terus belajar sampai akhir hayat. Demikian review buku “Keakhwatan 2” ini, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar